A. Pengertian
Pandemonium merupakan salah satu sistem atau
metode dalam rekognisi pola (pattern recognition) yang menggunakan
analisis tampang (feature analysis). Sistem ini merupakan salah satu
cara untuk menggambarkan bagaimana terjadinya proses rekognisi (pengenalan
kembali) atas pola-pola yang diindera oleh manusia.
Sistem ini mengimajinasikan adanya serangkaian
hantu (demon) yang berperan menganalisis pola-pola yang diindera.
Masing-masing demon memiliki tugas yg berbeda-beda.
B. Jenis-jenis dan Tugas dari setiap Demon
Image Demon (ID)
Jenis hantu yang pertama, memiliki tugas yang
paling sederhana, yaitu mencatat gambaran atau citra (image) sinyal eksternal.
Feature Demon (FD)
Jenis hantu yang kedua, bertugas menganalisa.
Masing-masing demon melihat ciri-ciri khusus pada pola, yaitu adanya
garis-garis tertentu (misalnya: sudut, garis vertikal, garis horizontal,
kurva).
Cognitive Demon (CD)
enis hantu ketiga, yang bertugas mengamati
respon-respon dari feature demon (FD), bertanggung jawab mengenali pola. Setiap
cognitive demon digunakan untuk mengenali satu pola (misalnya : satu CD
mengenali A; satu CD mengenali B; dll). Bila suatu CD menemukan tampang (feature)
yang cocok, maka demon tersebut berteriak. Bila demon lain menemukan kecocokan
tampang (feature) yang lain, maka teriakan-teriakan menjadi lebih keras.
Decision Demon (DD)
Jenis hantu yang keempat, yaitu bertugas
mendengarkan hasil pandemonium dari cognitive demon (CD), lalu decision
demon (DD) memilih teriakan CD yang berteriak paling keras sebagai
pola yang paling besar kemungkinan terjadinya.
C. Peran Konteks
Tiap-tiap CD secara gradual belajar
menginterpretasikan berbagai tampang dalam hubungannya dengan pola-pola
tertentu. Di sini sangat nyata bahwa pengaruh konteks sangat penting.
Implikasinya untuk skema pandemonium ditambahkan Contextual Demons yang
menambahkan suara atau seruan untuk pandemonium.
Sebagian besar interpretasi terhadap data
penginderaan lebih merupakan sumbangan dari pengetahuan mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang ada pada sinyal tersebut, dan sebagian kecil
merupakan sumbangan dari informasi yang termuat didalam sinyal itu sendiri.
Informasi ekstra (pengetahuan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang ada pada
sinyal) ini berasal dari konteks peristiwa-peristiwa yang diindera. Konteks
adalah situasi keseluruhan tempat melekatnya (yang melatarbelakangi) sebuah
pengalaman atau peristiwa.
Eksperimen Miller (1962)
Ini merupakan salah satu eksperimen yang
menunjukkan efek konteks terhadap hasil rekognisi sinyal. Dalam eksperimen ini,
subjek diminta untuk mendengarkan serangkaian kata-kata: socks, some,
brought, wet & who. Tiap-tiap kata diucapkan dalam macam-macam bunyi
sedemikian rupa sehingga hasilnya tiap-tiap kata hanya dapat diidentifikasi
sekitar 50% dalam waktu yang disediakan.
Pada kesempatan berikutnya, kata-kata tersebut
disusun dalam urutan yang memberikan makna: who, brought, some wet, socks. Dan
subjek diminta mengidentifikasi sekali lagi. Ketika kata-kata tersebut
diucapkan dalam urutan tata bahasa, kinerja kognisi subjek meningkat secara
dramatis. Dengan demikian petunjuk kontekstual dapat meningkatkan rekognisi
secara meyakinkan.
Kemampuan untuk menggunakan konteks membuat
sistem persepsi manusia lebih tinggi kemampuannya (superior) dan lebih
fleksibel daripada sistem kognisi pola eletronik yang ada sejauh ini. Kita
tidak mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme penggunaan informasi dari
konteks. Namun demikian kita tahu bahwa konteks memainkan peran yang sangat
besar dalam persepsi kita.
Peran Konteks :
♣ Memberikan
aturan-aturan sepanjang penyusunan persepsi kita
♣ Membantu
memprediksi
♣ Memberikan
interpretasi yang rasional terhadap hal-hal yang kita persepsi
Khususnya dalam
rekognisi ataupun persepsi terhadap sinyal yang berupa bahasa, jika bahasa dibuat
efisien atau jika seseorang kurang dapat menggunakan informasi kontekstual
untuk memandu persepsinya, akhirnya komunikasi dapat menjadi proses yang
menyakitkan dan berbahaya.
D. Pemrosesan Informasi Driven Data System & Conceptually Data Siystem
Urutan operasi pandemonium yang sudah
digambarkan diatas merupakan pemrosesan informasi yang memiliki ciri-ciri data-driven yaitu
pemrosesan informasi yang diawali dari datangnya data penginderaan. Di dalam
menganalisa informasi, harapan dan pembentukan konsep individu terhadap
informasi yang diterimanya memainkan peran yang penting. Informasi yang berasal
dari memori dikombinasikan dengan informasi yang berasal dari penginderaan.
Pemrosesan informasi yang diawali dengan
pembentukan konsep atau harapan individu disebut conceptually-driven.
Baik pemrosesan data-driven maupun conceptually-driven,
dua-duanya diperlukan. Namun demikian timbul pertanyaan bagaimana mungkin dua
proses yang berbeda ini berlangsung dalam waktu yang bersamaan? Apakah ada
kemungkinan komunikasi antara dua proses tersebut? Bagaimana caranya mencegah
konflik antara keduanya?
E. Specialist Demons
Jawaban untuk masalah kombinasi data-driven
maupun conceptually-driven, kiranya perlu dituangkan dalam model
rekognisi pola dengan menggunakan demon seperti diatas. Kita tambahkan
hantu-hantu spesialis (specialist demons) untuk konteks,
harapan-harapan, kalimat-kalimat dan frase-frase. Kita tambahkan juga hantu
untuk sintaksis (pengetahuan tentang kalimat) dan semantik.
Seperti halnya hantu-hantu yang bekerja dalam
data-driven, hantu-hantu yang bekerja untuk pemrosesan conceptualy-driven (yaitu
hantu-hantu spesialis) bertugas meneliti apakah data-data yang relevan muncul
pada saat itu. Konsep baru yang penting disini adalah semua hantu (demon)
harus dapat berkomunikasi satu sama lain.
Pada poin ini kita memerlukan model yang berbeda
dengan model lama, yaitu model yang memungkinkan hantu-hantu tersebut
berkomunikasi satu sama lain. Untuk itu kita buat simbolisasi untuk pusat
proses komunikasi dengan mengimajinasikan adanya papan tulis yang dapat diakses
oleh semua hantu.
Tiap-tiap hantu menatap papan, mengamati
informasi yang akan dianalisis. Apabila informasi relevan dengan spesialisasi
hantu tertentu, maka hantu tersebut akan bekerja dengan menuliskan informasi
tersebut di papan tulis. Yang paling penting di sini adalah bahwa ketika
tiap-tiap hantu menyelesaikan tugas khususnya, dia menuliskan hasilnya di papan
tulis untuk dianalisis oleh hantu lain.
Harus dicatat di sini bahwa informasi
penginderaan dituliskan di papan tulis seperti halnya informasi-informasi lain.
Dengan demikian tidak lagi diperlukan pembeda antara data-driven dan conceptually-driven.
Semuanya terjadi secara otomatis.
F. Blackboard and Supervisor (Papan Tulis dan Pengawas)
Manusia memiliki keterbatasan kapasitas
pemrosesan; dan manusia tidak dapat menganalisa setiap hal yang muncul dalam
sistem penginderaan. Dalam konteks sistem hantu-hantu spesialis, hal itu
berarti terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dikerjakan.
Jelas terdapat dua sumber keterbatasan di sini :
(a) Setiap hantu spesialis
bekerja untuk satu set data dan tidak dapat serentak bekerja untuk data yang
lain;
(b) Ukuran papan tulis
cukup terbatas (catatan: papan tulis diartikan sebagai penyimpanan informasi
penginderaan atau memori jangka pendek yang memiliki keterbatasan durasi dan
kapasitas penyimpanan).
Agar menghindari terjadinya konflik antar hantu
dan untuk menjamin adanya arah analisis (yang tidak terarah → dihentikan),
maka diperlukan adanya pengawas (supervisor) yang memandu hantu-hantu spesialis
agar bekerja secara kooperatif. Tugas sistem ini adalah memberikan interpretasi
logis terhadap sinyal penginderaan yang baru muncul dengan menggunakan seluruh
sumber pengetahuan yang dapat diakses.
G. Kemiripan antara Pandemonium dengan Skema
Template
Meskipun pandemonium termasuk metode analisis
tampang, namun skema pandemonium memiliki kemiripan dengan skema template
matching.
Persamaan :
♦ Menemukan
kecocokan atau kesesuaian antara tampang-tampang tertentu dengan item-item
tertentu yang direkognisi.
♦ Pandemonium
mengamati keseluruhan pola pada waktu yang sama seperti halnya pada skema
template.
Berikut Penjelasan
Singkat Mengenai Pandemonium Dan Proses Kerjanya
Dari gambar di atas,
mengilustrasikan proses kerja Pandemonium. Pandemonium diambil dari nama mental
kecil “demons” yang mewakili pemrosesan suatu unit. “Demons” ini
akan “berteriak” ketika merekognisi prosesnya, misalnya sebagai contoh huruf R.
1. Stimulus, Huruf R,
diwakili sebagai “image demon” yang mempertahankan keseluruhan dari
huruf tersebut.
2. Selanjutnya, “feature
demons”. Ada satu “feature demon” untuk setiap kemungkinan ciri
stimulus. “Features demons” berteriak jika melihat cirinya di suatu gambaran.
Huruf R mempunyai satu garis tegak lurus dan satu lingkaran diatas, dan sebuah
garis miring. Jadi huruf R mempunyai 3 “features demons”.
3. Pada tahap
selanjutnya ada “cognitive demons”. Satu dari setiap kemungkinan huruf.
Jika demon-demon mengetahui ada yang sesuai dengan ciri dari huruf R, maka
demon-demon akan berteriak dan cognitive demons akan berteriak
paling keras.
4. Dan yang terakhir ada
“decision demons”. Decision demons akan mendengarkan cognitive
demons, yang mana satu teriakan paling keras dipilih oleh cognitive
demons sebagai huruf yang dikenali.
Referensi:
· Artikel Ilmiah “Pandemonium” : Ursa Majorsy.
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
· Marsh, Balota. 2004. Cognitive
Psychology. New York: Psycology Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar